Oleh : drh. Dita Retnowulan MM
Kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia sudah semakin meningkat, terbukti dengan semakin banyaknya konsumen yang menjadikan bahan asal hewan sebagai bahan makanan sehari-hari, mulai dari daging, susu, maupun telur. Protein hewani diperoleh dari berbagai ternak antara lain sapi, kambing, domba dan unggas. Daging yang dihasilkan dari ternak sapi potong merupakan salah satu sumber bahan makanan, oleh karena itu diperlukan sapi potong dengan produktivitas dan kualitas baik. Permintaan daging yang semakin meningkat harus diiringi dengan peningkatan populasi sapi potong. Peningkatan populasi sapi potong di Indonesia sebagai upaya pencapaian swasembada daging. Indonesia memiliki berbagai sapi potong lokal yang berpotensi apabila dikembangkan secara baik. Sapi potong lokal merupakan sapi potong asli Indonesia yang sudah lama berkembang dan dibudidayakan di Indonesia (Hardjosubroto, 1994 dalam Aryogi dan Endang). Beberapa sapi lokal yang terdapat di Indonesia antara lain Sapi Jawa, Sapi Bali, Sapi Madura, dan beberapa hasil sapi persilangan seperti sapi Jabres, Sapi Mandras, Sapi Rambon, Sapi Peranakan Ongole (PO), Sapi Sonok dan Sapi Galekan. Kelebihan yang dimiliki sapi potong lokal yaitu memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan setempat (Indonesia memiliki kondisi lingkungan tropis yang kering), mampu memanfaatkan pakan yang memiliki kualitas rendah dan memiliki daya reproduksi yang tinggi) (Suryana, 2009). Didi dan Aryogi (2007) menambahkan kelebihan lain sapi potong lokal yaitu relatif lebih tahan terhadap serangan penyakit tropis dan parasit.
Sapi Galekan merupakan salah satu sapi potong lokal yang banyak dibudidayakan di daerah Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, tepatnya banyak ditemukan di Desa Panggul dan Desa Pringapus, Kecamatan Dongko. Kondisi daerah yang berlahan kering tidak menjadi masalah bagi sapi Galekan. Sapi Galekan diduga merupakan hasil persilangan antara Sapi Jawa dengan Sapi Madura atau Sapi Bali, karena hasil persilangan tersebutlah ciri-ciri Sapi Galekan terdapat dua kelompok yaitu tubuhnya berwarna cokelat muda, pantat serta gelambir bagian pinggir berwarna cokelat muda dengan belang warna putih, Kaki bawah berwarna putih, bentuk tanduk kecil dan panjang dengan arah tumbuh yang awalnya keluar arah ke samping kemudian keluar ke atas arah depan, sedangkan ciri yang kedua yaitu tubuhnya berawarna cokelat tua sampai merah bata kehitaman, terdapat garis hitam di sepanjang punggungnya, pantatnya berwarna cokelat tua dengan belang putih, kaki bawah berwarna cokelat dan putih dengan batas yang tidak tegas serta warna hitam di atas kukunya dengan bentuk dan arah tumbuh tanduk dari arah samping kemudian keluar ke arah depan, namun lebih pendek. Ukuran tubuh yang dimiliki Sapi Galekan pada umunya yaitu panjang badan 77 sampai 128 cm, berat badan 66 sampai 322 kg, tinggi gumba 98 sampai 130 cm, dan lingkar dada 113 sampai 155 cm (Aryogi dan Endang). Dibawah ini merupakan gambaran Sapi Galekan di lapangan.
Sapi Galekan banyak diminati oleh peternak karena kemampuannya dalam bertahan hidup dan berkembang biak dialam kondisi pemeliharaan secara ekstensif untuk menekan biaya pemeliharaan, sehingga keuntungan yang diperoleh peternak lebih banyak. Jumlah populasi Sapi Galekan saat ini diperkiran hanya tinggal 500 ekor saja, oleh karena itu diperlukan upaya budidaya Sapi Galekan di Indonesia.Salah satu solusi yang dapat ditempuh dalam perbaikan produktivitas sapi potong lokal yang salah satunya adalah Sapi Galekan antara lain melalui pengembangan teknologi inovatif, pemberian pakan, manajemen perkandangan dan tata laksana pemeliharaannya. Teknologi inovatif yang dapat dilakukan meliputi perbaikan mutu genetik dan reproduksi. Pemberianpakan meliputi pakan yang relatif murah namun memiliki kualitas yang baik dan diberikan sesuai pada umur sapi potong. Manajemen kandang meliputi tipe kandang, sistem perkawinan, pengolahan kotorandan urine, serta sistem pemberian kandang (Mariyono, 2009). Peningkatan produktivitas sapi dapat meningkatkan produksi sehingga mampu menurunkan jumlah sapi yang dipotong serta menekan angka kematian ternak yang diikuti dengan semakin meningkatnya jumlah populasi sapi lokal potong, seperti Galekan. Kondisi ini diharapkan mampu meningkatkan pendapatan peternak, mencegah kepunahan terhadap Sapi Galekan, serta upaya mendukung program swasembada daging di Indonesia.
Guna meningkatkan peran sapi potong lokal, seperti Sapi Galekan sebaiknya peternak menerapkan sistem pemeliharaan secara intensif dengan memperbaiki manajemen pakan, meningkatkan kualitas bibit yang disertai dengan pengontrolan penyakit, perbaikan reproduksi yang dapat dilakukan dengan Inseminasi Buatan (IB) dan penyapihan dini pedet untuk mempersingkat jarak beranak. Upaya untuk memperbaiki mutu genetik dapat dilakukan dengan mempertahankan sapi betina bakalan untuk tidak keluar dari daerah pengembangannya, sehingga selanjutnya ndapat dijadikan sebagai induk melalui grading up (Suryana, 2009). Selain upaya-upaya yang telah disebutkan diatas, upaya yang tidak kalah penting yaitu dari minat serta motivasi peternak sapi potong lokal itu sendiri. Peternak harus memiliki motivasi untuk mau mengubah pola pemeliharaan ternak ke arah yang lebih baik, menjadi lebih tertata dengan memperhatikan manajemen pemeliharaan, pakan yang diberikan, manajemen perkandangan, serta perawatan ternak. Keuntungan yang lebih banyak dapat dirasakan oleh peternak, jadi walaupun pemeliharaan secara ekstensif dapat memberikan keuntungan pada peternak, apabila pemeliharaan dilakukan secara intensif, maka hasil yang diperoleh peternak akan lebih besar, selain itu peternak juga telah membantu mencegah kepunahan sapi potong lokal, seperti Sapi Galekan. Pemerintah juga dapat melakukan upaya dengan cara mempromosikan sapi potong lokal ke daerah-daerah, sehingga citra sapi lokal Indonesia seperti Sapi Galekan di kalangan peternak dan masyarakat kembali meningkat.
Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari ikut peduli mencegah kepunahan sapi lokal salah satunya Sapi Galekan. BBIB Singosaribekerjasama dengan Dinas Peternakan Tenggalek dalam upaya konservasi Sapi Galekan. BBIB Singosari diberian Sapi Galekan untuk dilakukan proses penampungan dan produksi semen beku. Selanjutnya semen beku digunakan untuk inseminasi buatan Sapi Galekan di daerah Trenggalek.
Daftar Pustaka
Aryogi dan Endang R. Potensi, Pemanfaatan dan Kendala Pengembangan Sapi Potong  Lokal sebagai Kekayaan Plasma Nutfah Indonesia. Lokal Penelitian Sapi Potong. Grati. Hal. 151-167.
Didi B. W. dan Aryogi. 2007. Petunjuk Teknis Sistem Pembibitan Sapi Potong. Pusat  Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Grati. Hal. 1- 42.
Mariyono. 2009. Hasil-Hasil Penelitian Sapi Potong untuk Mendukung Agribisnis Peternakan. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Grati. Hal. 28-42.
Suryana. 2009. Pengembangan usaha ternak sapi potong berorientasi agribisnis dengan pola         kemitraan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Kalimantan Selatan. Jurnal Litbang Pertanian 28 (1).
Kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia sudah semakin meningkat, terbukti dengan semakin banyaknya konsumen yang menjadikan bahan asal hewan sebagai bahan makanan sehari-hari, mulai dari daging, susu, maupun telur. Protein hewani diperoleh dari berbagai ternak antara lain sapi, kambing, domba dan unggas. Daging yang dihasilkan dari ternak sapi potong merupakan salah satu sumber bahan makanan, oleh karena itu diperlukan sapi potong dengan produktivitas dan kualitas baik. Permintaan daging yang semakin meningkat harus diiringi dengan peningkatan populasi sapi potong. Peningkatan populasi sapi potong di Indonesia sebagai upaya pencapaian swasembada daging. Indonesia memiliki berbagai sapi potong lokal yang berpotensi apabila dikembangkan secara baik. Sapi potong lokal merupakan sapi potong asli Indonesia yang sudah lama berkembang dan dibudidayakan di Indonesia (Hardjosubroto, 1994 dalam Aryogi dan Endang). Beberapa sapi lokal yang terdapat di Indonesia antara lain Sapi Jawa, Sapi Bali, Sapi Madura, dan beberapa hasil sapi persilangan seperti sapi Jabres, Sapi Mandras, Sapi Rambon, Sapi Peranakan Ongole (PO), Sapi Sonok dan Sapi Galekan. Kelebihan yang dimiliki sapi potong lokal yaitu memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan setempat (Indonesia memiliki kondisi lingkungan tropis yang kering), mampu memanfaatkan pakan yang memiliki kualitas rendah dan memiliki daya reproduksi yang tinggi) (Suryana, 2009). Didi dan Aryogi (2007) menambahkan kelebihan lain sapi potong lokal yaitu relatif lebih tahan terhadap serangan penyakit tropis dan parasit.
Sapi Galekan merupakan salah satu sapi potong lokal yang banyak dibudidayakan di daerah Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, tepatnya banyak ditemukan di Desa Panggul dan Desa Pringapus, Kecamatan Dongko. Kondisi daerah yang berlahan kering tidak menjadi masalah bagi sapi Galekan. Sapi Galekan diduga merupakan hasil persilangan antara Sapi Jawa dengan Sapi Madura atau Sapi Bali, karena hasil persilangan tersebutlah ciri-ciri Sapi Galekan terdapat dua kelompok yaitu tubuhnya berwarna cokelat muda, pantat serta gelambir bagian pinggir berwarna cokelat muda dengan belang warna putih, Kaki bawah berwarna putih, bentuk tanduk kecil dan panjang dengan arah tumbuh yang awalnya keluar arah ke samping kemudian keluar ke atas arah depan, sedangkan ciri yang kedua yaitu tubuhnya berawarna cokelat tua sampai merah bata kehitaman, terdapat garis hitam di sepanjang punggungnya, pantatnya berwarna cokelat tua dengan belang putih, kaki bawah berwarna cokelat dan putih dengan batas yang tidak tegas serta warna hitam di atas kukunya dengan bentuk dan arah tumbuh tanduk dari arah samping kemudian keluar ke arah depan, namun lebih pendek. Ukuran tubuh yang dimiliki Sapi Galekan pada umunya yaitu panjang badan 77 sampai 128 cm, berat badan 66 sampai 322 kg, tinggi gumba 98 sampai 130 cm, dan lingkar dada 113 sampai 155 cm (Aryogi dan Endang). Dibawah ini merupakan gambaran Sapi Galekan di lapangan.
Sapi Galekan banyak diminati oleh peternak karena kemampuannya dalam bertahan hidup dan berkembang biak dialam kondisi pemeliharaan secara ekstensif untuk menekan biaya pemeliharaan, sehingga keuntungan yang diperoleh peternak lebih banyak. Jumlah populasi Sapi Galekan saat ini diperkiran hanya tinggal 500 ekor saja, oleh karena itu diperlukan upaya budidaya Sapi Galekan di Indonesia.Salah satu solusi yang dapat ditempuh dalam perbaikan produktivitas sapi potong lokal yang salah satunya adalah Sapi Galekan antara lain melalui pengembangan teknologi inovatif, pemberian pakan, manajemen perkandangan dan tata laksana pemeliharaannya. Teknologi inovatif yang dapat dilakukan meliputi perbaikan mutu genetik dan reproduksi. Pemberianpakan meliputi pakan yang relatif murah namun memiliki kualitas yang baik dan diberikan sesuai pada umur sapi potong. Manajemen kandang meliputi tipe kandang, sistem perkawinan, pengolahan kotorandan urine, serta sistem pemberian kandang (Mariyono, 2009). Peningkatan produktivitas sapi dapat meningkatkan produksi sehingga mampu menurunkan jumlah sapi yang dipotong serta menekan angka kematian ternak yang diikuti dengan semakin meningkatnya jumlah populasi sapi lokal potong, seperti Galekan. Kondisi ini diharapkan mampu meningkatkan pendapatan peternak, mencegah kepunahan terhadap Sapi Galekan, serta upaya mendukung program swasembada daging di Indonesia.
Guna meningkatkan peran sapi potong lokal, seperti Sapi Galekan sebaiknya peternak menerapkan sistem pemeliharaan secara intensif dengan memperbaiki manajemen pakan, meningkatkan kualitas bibit yang disertai dengan pengontrolan penyakit, perbaikan reproduksi yang dapat dilakukan dengan Inseminasi Buatan (IB) dan penyapihan dini pedet untuk mempersingkat jarak beranak. Upaya untuk memperbaiki mutu genetik dapat dilakukan dengan mempertahankan sapi betina bakalan untuk tidak keluar dari daerah pengembangannya, sehingga selanjutnya ndapat dijadikan sebagai induk melalui grading up (Suryana, 2009). Selain upaya-upaya yang telah disebutkan diatas, upaya yang tidak kalah penting yaitu dari minat serta motivasi peternak sapi potong lokal itu sendiri. Peternak harus memiliki motivasi untuk mau mengubah pola pemeliharaan ternak ke arah yang lebih baik, menjadi lebih tertata dengan memperhatikan manajemen pemeliharaan, pakan yang diberikan, manajemen perkandangan, serta perawatan ternak. Keuntungan yang lebih banyak dapat dirasakan oleh peternak, jadi walaupun pemeliharaan secara ekstensif dapat memberikan keuntungan pada peternak, apabila pemeliharaan dilakukan secara intensif, maka hasil yang diperoleh peternak akan lebih besar, selain itu peternak juga telah membantu mencegah kepunahan sapi potong lokal, seperti Sapi Galekan. Pemerintah juga dapat melakukan upaya dengan cara mempromosikan sapi potong lokal ke daerah-daerah, sehingga citra sapi lokal Indonesia seperti Sapi Galekan di kalangan peternak dan masyarakat kembali meningkat.
Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari ikut peduli mencegah kepunahan sapi lokal salah satunya Sapi Galekan. BBIB Singosaribekerjasama dengan Dinas Peternakan Tenggalek dalam upaya konservasi Sapi Galekan. BBIB Singosari diberian Sapi Galekan untuk dilakukan proses penampungan dan produksi semen beku. Selanjutnya semen beku digunakan untuk inseminasi buatan Sapi Galekan di daerah Trenggalek.
Daftar Pustaka
Aryogi dan Endang R. Potensi, Pemanfaatan dan Kendala Pengembangan Sapi Potong  Lokal sebagai Kekayaan Plasma Nutfah Indonesia. Lokal Penelitian Sapi Potong. Grati. Hal. 151-167.
Didi B. W. dan Aryogi. 2007. Petunjuk Teknis Sistem Pembibitan Sapi Potong. Pusat  Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Grati. Hal. 1- 42.
Mariyono. 2009. Hasil-Hasil Penelitian Sapi Potong untuk Mendukung Agribisnis Peternakan. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Grati. Hal. 28-42.
Suryana. 2009. Pengembangan usaha ternak sapi potong berorientasi agribisnis dengan pola         kemitraan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Kalimantan Selatan. Jurnal Litbang Pertanian 28 (1).