Semen
Semen adalah suspensi yang didalamnya terdapat sel spermatozoa dan berbagai komponen yang disekresikan oleh kelenjar asesori yang terletak pada organ reproduksi jantan. Secara umum, komponen semen dapat digolongkan menjadi 2 yaitu sel spermatozoa dan fase cair dalam semen atau sering disebut seminal plasma. Sperma dihasilkan oleh testis sedangkan seminal plasma dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar vesikularis dan prostat (Garner dan Hafez, 2000).
Komponen semen sapi 90% didominasi oleh seminal plasma yang berfungsi sebagai suatu medium pembawa sperma dari saluran reproduksi jantan ke dalam saluran reproduksi betina. Fungsi ini bisa dijalankan dengan baik karena dalam semen mengandung banyak buffer dan sumber makanan bagi spermatozoa baik yang dapat digunakan secara langsung seperti fruktosa dan sorbitol maupun secara tidak langung yaitu Glyceryphoricholine (GPC) (Toelihere, 1993).
Spermatogenesis
Spermatogenesis adalah proses multiplikasi dan diferensiasi sel germinal dengan tujuan memproduksi sel gamet jantan (spermatozoa) yang terjadi testis tepatnya di tubuli seminiferi. Sel spermatozoa dilepaskan oleh kutub apikal sel sertoli yang terletak pada tubuli seminiferi (Ilustrasi 1). Secara umum, spermatogenesis dibagi menjadi tiga tahap yaitu : 1) Spermatositogenesis, 2) meiosis, dan 3) Spermiogenesis. Spermatositogenesis dimulai dengan proses proliferasi sel spermatogonia. Pada fase ini, spermatogonia menghasilkan dua tipe sel diploid yaitu sel untuk memperbaharui stok spermatogonia dan spermatogonia yang berproliferasi menjadi bentuk lain yaitu spermtosit primer (Garner dan Hafez, 2000; Auger, 2018).
Ilustrasi 1. Tubuli seminiferi sebagai tempat terjadinya spermatogenesis (Auger, 2018).
Fase meiosis, dimulai ketika spermatosit primer melewati pembatas pembuluh darah-testis menuju lumen tubuli seminiferi. Meiosis terbagi menjadi 2 tahap yaitu tahap meiosis I yaitu pengurangan jumlah kromosom dan pemisahan kromosom homolog dilanjutkan dengan meiosis II yaitu pemisahan kromatid bersaudara yang kemudian masing-masing akan menjadi kromosom. Tahap meiosis II menghasilkan spermatid. Proses spermatositogenesis sampai dengan pembentukan spermatid membutuhkan waktu 40 hari. Tahap terakhir adalah spermiogenetik yaitu proses diferensiasi spermatid menjadi bentuk yang lebih kompleks yaitu spermatozoa (Garner dan Hafez, 2000; Staub dan Johnson, 2018; Auger, 2018). Tahapan spermiogenesis dapat dilihat pada Ilustrasi 2.
Ilustrasi 2. Tahapan spesifik spermiogenesis, dimulai dari spermatid (Sa) kemudian bertransformasi menjadi spermatozoon (Sd 2) (Kretser, et al., 2018)
Testis jantan 90% tersusun oleh tubuli seminiferi, sedangkan yang 10% adalah sel interstitial dan jaringan ikat. Testis berkembang dengan cepat pasca pubertas sehingga tubuli seminiferi menjadi lebih panjang dan diemeternya membesar. Peningkatan volume tubuli seminiferi membuat proses spermatogenesis lebih efisien ditandai dengan peningkatan jumlah spermatozoa yang signifikan (Schenk, 2017). Di dalam sel tubuli seminiferi terdapat sel-sel spermatogonium hingga spermatozoa, selain itu juga terdapat sel sertoli yang secara umum berfungsi untuk memberikan asupan nutrisi spermatozoa akan tetapi sebetulnya berfungsi sebagai blood testes bariers, penghasil hormon inhibin dan aromatisasi hormon testoteron menjadi estradiol 17β (estrogen), sedangkan diantara tubuli seminiferi terdapat sel interstitial yang diantarannya terdapat sel leydig yang berfungsi sebagai penghasil hormon testoteron yang selain berfungsi untuk spermatogenesis juga berfungsi dalam pematangan spermatozoa dalam epididymis (dalam bentuk dihidro testoteron) dan meningkatnya libido untuk mengawini betina (Susilawati, 2011). Spermatogenesis juga dikontrol oleh Follicle Stimulating Hormone (FSH) yang disekresikan oleh bagian hipofisa anterior (Ismaya, 2014)
Pada kondisi fisiologis normal, sapi potong bisa menghasilkan sel spermatozoa sebanyak 4×109sel per hari dan 7×109 sel sehari untuk sapi perah (Ismaya, 2014), Akan tetapi produksi sperma tersebut bisa berubah karena faktor eksternal. Spermatogenesis dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya suhu lingkungan dan kedua faktor nutrisi. Pada umumnya, sel epitel germinal sensitif terhadap kondisi panas terutama pada perkembangan spermatid. Sedangkan pengaruh radiasi panas selain pada perkembangan spermatid juga pada pembelahan spermatogonia. pada saat sebelum pubertas sangat berpegaruh pada produksi sel spermatozoa. kekurangan nutrisi akan menyebabkan hipoplasia pada testis, kelenjar asesoris dan keterlambatan pubertas. Kekurangan energi dalam pakan dapat berpengaruh terhadap sekresi gonadotropin, dewasa kelamin akan tertunda sehingga berdampak pada penurunan libido, volume, dan kualitas semen yang tidak baik (Susilawati, 2011).
2.3. Morfologi Spermatozoa
Fungsi dari spermatozoa adalah untuk mengantarkan gen paternal (haploid) sampai dengan sel telur dan menginisiasi perkembagan embrio. Untuk mencapai hal tersebut, struktur sel spermatozoa berevolusi menjadi sel yang berkompartemen dan memiliki fungsi khusus pada setiap kompartemen. Secara umum, spermatozoa terbagi menjadi bagian kepala dan bagian ekor (flagellum). Bagian kepala bisa dibagi kembali menjadi bagian akrosomal dan nukleus. Bagian akrosomal terbagi menjadi 2 yaitu sekretori akrosomal vesikel dan membran plasma yang menyelimuti akrosom (Gerton dan Vadnalis, 2018). Bagian akrosomal ini berisi acrosin, hyaluronidase, dan enzim hidolisis lainnya yang digunakan untuk proses fertilisasi (Garner dan Hafez, 2000). Sementara, bagian nukleus berisi duplikat dari materi gen paternal yang akan ditransportasikan ke oosit (Gerton dan Vadnalis, 2018).
Bagian leher spermatozoa atau disebut juga penghubung terbentuk dari plat basal yang menempel pada bagian posterior nukleus (Garner dan Hafez, 2000). Bagian ekor sering juga disebut sebagai motor penggerak sel spermatozoa. Bagian ekor bisa dibagi menjadi tiga bagian yaitu midpiece, principal piece, dan end piece. Struktur ekor memproduksi energi melalui glikolisis dan fosforilasi oksidatif yang digunakan untuk pergerakan spermatozoa. Semua bagian spermatozoa dibungkus dengan membran plasma (Gerton dan Vadnalis, 2018). Morfologi sel spermatozoa dapat dilihat pada Ilustrasi 3.
Ilustrasi 3. Morfologi Sel Spermatozoa (Gerton dan Vadnalis, 2018).
DAFTAR PUSTAKA
Auger, J. 2018. Semen Analisys. In. Skinner, M. K (ed). Encyclopedia of Reproduction. Publisher Elsevier Science Publishing Co Inc, USA.
Garner D.L., dan E.S.E. Hafez. 2000. Spermatozoa and Seminal Plasma. In. Hafez E.S.E (ed). Reproduction in Farm Animals 7th Ed. Lippincott Williams & Wilkins, USA.
Gerton L.G., dan M.L. Vadnalis. 2018. Structure of The Spermatozoon. In. Skinner, M. K (ed). Encyclopedia of Reproduction. Publisher Elsevier Science Publishing Co Inc, USA.
Ismaya. 2014. Bioteknologi Inseminasi Buatan pada Sapid dan Kerbau. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Kretser D. M., P. Stanton, dan L. O’Donnell. 2018. Structure/ Cell Overview. In. Skinner, M. K (ed). Encyclopedia of Reproduction. Publisher Elsevier Science Publishing Co Inc, USA.
Schenk J. L. 2018. Review: Principles of maximizing bull semen production at genetic centers. Animal. 12:142–147
Staub C. dan L. Johnson. 2018. Review: Spermatogenesis in the bull. Animal. 12: 27–35
Susilawati, T.. 2011. Spermatology. UB Press, Malang.
Toelihere, M. R.. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Penerbit Angkasa, cetakan ke-3, Bandung.