BAB I.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan kebutuhan daging sapi di Indonesia diikuti dengan peningkatan produksi daging sapi. Berdasarkan Badan Pusat Statistika (2014) menyebutkan bahwa produksi daging sapi tahun 2013 sebanyak 504.819 ton dan tahun 2014 sebanyak 539.965 ton, namun kebutuhan daging sapi Indonesia belum terpenuhi. Kondisi ini mengakibatkan pemerintah melakukan impor daging dan bakalan sapi potong dari Australia untuk memenuhi kebutuhan daging sapi di Indonesia. Upaya untuk mengurangi impor adalah pengembangan program pembibitan peternak rakyat yang dipadukan dengan program pembibitan berskala industri feedlot dengan pemanfaatan teknologi Inseminasi Buatan untuk meningkatkan efisiensi reproduksi ternak.
Inseminasi Buatan merupakan salah satu teknologi tepat guna yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktifitas sapi dengan memanfaatkan potensi pejantan unggul agar dapat mengawini lebih dari satu induk dan dapat meningkatkan mutu genetik dari ternak tersebut (Susilawati, 2013). Pelaksanaan IB perlu diperhatikan dalam beberapa hal yaitu: (1) Manusia (Inseminator dan peternaknya) dalam hal ketepatan waktu IB dan penempatan semen (deposisi semen), (2) Fisiologi betina, (3) Kualitas semen beku yang berasal dari Balai Inseminasi Buatan (Susilawati, 2011).
Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) Ungaran Jawa Tengah merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah. Tugas pokok dan fungsi Balai Inseminasi Buatan Daerah Ungaran adalah melaksanakan produksi dan distribusi semen beku dari ternak unggul serta pengembangan teknologi IB di Provinsi Jawa Tengah. Produk straw semen beku tertinggi di BIBD Ungaran adalah straw semen beku dari bangsa sapi Simmental.
Proses produksi semen beku sapi Simmental di BIBD Ungaran terdapat beberapa permasalahan yaitu terdapatpejantan yang tidak dapat ditampung karena libido yang rendah, sakit pincang dan semen yang dihasilkan tidak dapat diproses karena kualitas semen yang belum sesuai standar, sehingga kurang efisien karena biaya produksi yang tinggi dengan produksi yang rendah. Faktor yang mempengaruhi produksi semen sapi antara lain: umur, genetik, suhu dan musim, frekuensi ejakulasi, pakan dan berat badan (Ismaya, 2014). Hasil penelitian Lestari, Saleh dan Maidaswar (2013) menunjukkan bahwa umur memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap volume semen segar.
Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh umur terhadap kualitas semen segar dan produksi straw semen beku sapi Simmental.
- Tujuan
Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan kualitas semen segar dan produksi semen beku sapi Simmental pada umur yang berbeda.
1.3 Manfaat
Dapat mengetahui perbedaan kualitas semen segar dan produksi semen beku sapi Simmental pada umur yang berbeda.
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kualitas Semen Segar
Spermatozoa merupakan sel yang sangat terspesialisasi dan padat yang tidak lagi mengalami pembelahan atau pertumbuhan. Berasal dari gonosit yang menjadi spermatogonium,spermatosit primer dan sekunder dan selanjut nya berubah menjadi spermatid dan akhir nya berubah menjadi spermatozoa. Spermatozoa terdiri atas dua bagian fungsional yang penting yaitu kepala dan ekor ( Hafez, 2000).
Spermatogenesis adalah gametogenesis pada hewan jantan. Sel-sel prmodial diploid di dalam testis membelah mitose berkali-kali dan membentuk spermatogonium. Selama pertumbuhannnya sel ini membentuk sel spermatosit primer (diploid) yang kemudian membelah secara meiosis. Hasilnya berupa dua buah sel spermatosit sekunder yang masing-masing haploid. Sel-sel ini mengalami meiosis II dan menghasilkan empat spermatid haploid (Suryo, 2004).
Semen sapi biasanya berwarna keputih-putihan meskipun ada beberapa sapi jantan yang semennya berwarna kuning. Kepekatan semen bervariasi tergantung dari konsentrasi spermatozoa. Panjang spermatozoa sapi ± 68 mm, terdiri dari panjang kepala sekitar 8-10 mm, ekor 50 mm dan badan 8-10 mm. Evaluasi semen meliputi pengamatan secara umum, yaitu gambaran keseluruhan semen (makroskopis), volume, warna, dan konsistensi. Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan secara lebih mendetail (mikroskopis), meliputi morfologi sel sperma, konsentrasi, motilitas dan persentase sperma hidup (Salisbury dan Van Demark, 1978).
Penilaian semen secara mikroskopis meliputi gerakan massa, gerakan individu (motilitas), konsentrasi dan abnormalitas spermatozoa. Gerakan masa semen kambing nampak lebih cepat , tebal dan hitam dibandingkan dengan gerakan masa semen sapi maupun domba. Semen yang bagus, pada pengamatan dibawah mikroskop, akan memberikan tampilan kumpulan sperma bergerak bergerombol dalam jumlah besar sehingga membentuk gelombang atau awan yang bergerak meberikan gambaran tentang kualitas semen dalam empat kategori (Toelihere, 1985).
Motilitas merupakan salah satu kriteria penentu kualitas semen yang dilihat dari banyaknya spermatozoa yang motil progresif dibandingkan dengan seluruh spermatozoa yang ada dalam satu pandang mikroskop. Menurut Evans dan Maxwell (1987) terdapat tiga tipe pergerakan spermatozoa yaitu pergerakan progresif (maju ke depan), pergerakan rotasi (gerakan berputar) dan osilator atau konvulsif tanpa pergerakan ke depan atau perpindahan posisi. Skala prosentase pergerakan dari 0 sampai 100 atau 0 sampai 10 merupakan penilaian standar untuk mencapai tujuan bersama.
Penentuan kualitas semen berdasarkan motilitas spermatozoa dengan nilai 0 sampai 5 yakni: (0) spermatozoa imotil atau tidak bergerak; (1) gerakan berputar ditempat; (2) gerakan berayun atau melingkar, kurang dari 50% bergerak progresif; (3) antara 50 – 80% spermatozoa bergerak progresif; (4) pergerakan progresif yang gesit dengan 90% sperma motil dan nilai (5) gerakan sangat progresif menunjukkan 100% motil aktif (Toelihere, 1981).
Penentuan kualitas semen berdasarkan motilitas spermatozoa dengan nilai 0 sampai 5 yakni: (0) spermatozoa imotil atau tidak bergerak; (1) gerakan berputar ditempat; (2) gerakan berayun atau melingkar, kurang dari 50% bergerak progresif; (3) antara 50 – 80% spermatozoa bergerak progresif; (4) pergerakan progresif yang gesit dengan 90% sperma motil dan nilai (5) gerakan sangat progresif menunjukkan 100% motil aktif (Toelihere, 1981).
Morfologi kepala yang dominan mempengaruhi fertilitas adalah kepalaberbentukpear shaped. Spermatozoa dengan abnormalitas bagian kepala akan menghasilkan embrio berkualitas rendah dan mudah berdegenerasi, atau tidak mampu memfertilisasi ovum. Spermatozoa dengan abnormalitas kepala dapat menyebabkan kelainan pada hasil fertilisasi, misalnya gangguan kondensasi DNA, kelainan pembentukan pronukleus, dan gangguan perkembangan embrio (Saacke, 2008).
Semen terdiri dari sel-sel spermatozoa atau sperma yang bersuspensi didalam suatu cairan semigelatinouse yang disebut plasma sperma. Sperma secara esensial terdiri dari kepala yang membawa materi herediter paternal dan ekor yang mengandung sarana penggerak. Permukaan sperma dibungkus oleh suatu membrane lipoprotein yang apabila sel tersebut mati permeabilitas membrannya meninggi terutama di daerah pangkal kepala. Hal ini merupakan dasar pewarnaan semen yang dapat membedakan sperma yang hidup dan yang mati pada umumnya sperma sangant aktif dan tahan hidup lama pada pH 7.0 (Toelihere, 1981).
Spermatozoa yang mati akan menyerap warna dan berwarna gelap, sedangkan yang hidup mempunyai warna yang transparan, saat diberi pewarnaan eosin negrosin. Hal ini terjadi karena membran plasma masih berfungsi baik. Membran plasma utuh mutlak harus dimiliki oleh spermatozoa agar dapat memfertilisasi oosit, karena selain berfungsi melindungi secara fisik organel-organel sel, membran plasma juga mengatur keluar masuknya zat-zat makanan serta keseimbangan elektrolit intra dan ekstraseluler. Apabila membran plasma rusak maka proses metabolisme sel akan terganggu dan berakibat kematian sperma (Sugiarti et al., 2004).
Pemeriksaan secara umum diantaranya volume, warna, dan konsistensi (derajat kekentalan). Volume semen yang dipancarkan setiap individu berbeda-beda bergantung pada bangsa, ukuran badan, umur, frekuensi penampungan, makanan, kondisi kesehatan, dan tingkat libido. Setiap jenis ternak mempunyai warna yang tidak sama. Warna semen bergantung pada konsentrasi spermatozoa yang terkandung di dalam semen tersebut. Semakin keruh warna suatu semen menandakan konsentrasi sperma yang terkandung semakin banyak. Warna ini disebabkan adanya riboflavin. Semen yang baik mempunyai kekentalan seperti air susu, sedangkan semen yang jelek menyerupai air kelapa (Zumrotunet al., 2006).
2.2. Produksi Semen Beku
Proses pembuatan semen beku meliputi : pemeriksaan semen segar, pengenceran, printing straw, filling & sealing serta prefreezing &freezing.
- Pemeriksaan semen segar
Setelah semen ditampung secepatnya di bawa ke laboratorium untuk diperiksa kualitas maupun kuantitasnya. Setiap semen yang diperiksa harus dicatat pada buku pemeriksaan dan ditentukan apakah semen tersebut dapat memenuhi syarat atau tidak untuk diproses menjadi semen beku. Pemeriksaan yang dilakukan adalah secara makroskopis dan mikroskopis. Standar gerakan massa yang dapat diproses adalah 2+ ke atas (skala 0-3+). Konsentrasi sperma dihitung dengan menggunakan alat spektrofotometer. Motilitas individu minimal adalah 60%.
- Pengenceran.
Pengencer yang sudah disiapkan, dicampuy dengan semen sesuai dengan rumus tertentu. Pengencer yang digunakan harus mengandung bahan yang dibutuhkan semen saat proses pembekuan, antara lain :
- Anti coolshock
- Antibiotik
- Krioprotektan
- Nutrisi bagi sperma
- Buffer
- Printing Straw
Printing straw dilaksanakan bersamaan dengan waktu pengenceran setelah diketahui berapa jumlah straw yang akan dicetak. Straw yang akan diprinting atau dicetak diberi keterangan tentang jenis penjantan, nama penjantan, kode penjantan, batch number dan produsen semen beku tersebut. Jumlahnya tergantung dari banyaknya spermatozoa dalam ejakulasi.
- Filling & Sealing
Filling & Sealing adalah proses pengisian semen yang telah diencerkan ke dalam straw dengan menggunakan alat yang bekerja secara otomatis (mesin filling & sealing). Mesin tersebut secara otomatis memasukkan semen cair sebanyak 0,25 cc ke dalam straw dan menutup ujungstraw dengan sumbat lab. Proses ini dilakukan di dalam cool top.
- Pembekuan Semen
Setelah dilaksanakan filling sealing, straw yang berisi semen cair disusun di atas rak dan dihitung jumlahnya, kemudian dibekukan. Proses pembekuan dilakukan dua kali. Tahap awal menggunakan uap nitrogen dengan suhu -1400C dan yang terakhir direndam N2 cair di dalam storage container dengan suhu -1960C. Setelah dibekukan semen beku disimpan di dalam container yang berisi N2 cair. Jumlah yang didapat dan tempat penyimpanan dicatat di dalam buku pejantan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode yang dipakai pada penelitian ini adalah studi kasus. Data yang diambil adalah data sekunder dari catatan produksi semen dan kualitas semen sapi Simmental di BIBD Ungaran. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling (secara sengaja).Variabel yang diamati dalam penelitian ini antara lain:
- Volume semen (ml)
- pH
- Motilitas massa
- Persentase motilitas individu (%)
- Konsentrasi spermatozoa (juta/ml)
- Produksi:
- total spermatozoa (juta)
- total spermatozoa motil (juta)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Perbedaan Volume Semen pada Umur yang Berbeda
Hasil penampungan semen sapi Simmental pada umur yang berbeda di BIBD Ungaran ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata volume semen sapi Simmental pada umur yang berbeda.
Umur (tahun) | Rata-rata volume semen ± SD (ml) |
3 | 6,9±1,7c |
4 | 7,3±0,5bc |
7 | 7,8±0,3b |
8 | 9,2±1,6a |
Keterangan: Superskrip huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).
Hasil analisis ragam menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata (P<0,01), antara volume semen sapi Simmental pada umur yang berbeda. Hal ini sesuai dengan penelitian Fuerst-waltl et al. (2006) yang menyatakan bahwa umur memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap volume semen sapi Simmental Australia, serta dikuatkan oleh hasilpenelitian Dewi, Ondho dan Kurnianto (2012) yang menyatakan umur memberikan pengaruh yang signifikan terhadap volume sapi jawa.
Volume semen terendah pada kelompok sapi berumur 3 tahun, memasuki umur 4 dan 7 tahun mengalami peningkatan hingga puncak pada umur 8 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Ismaya (2014) yang menyatakan bahwa semakin tua umur sapi maka produksi semen sapi akan meningkat, karena umur berkorelasi dengan besar testis. Semakin besar testis, maka tubuliseminiferi akan semakin banyak dan produksi sel spermatozoa akan meningkat. Hasil penelitian Paldusova et al. (2014) menyatakan pada kelompok umur >5 tahun menunjukkan hasil optimal dan pada umur <2 tahun menunjukkan hasil terendah.
- 2 Perbedaan pH Semen pada Umur yang Berbeda
Hasil pH semen sapi Simmental pada umur yang berbeda di BIBD Ungaran ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata pH semen sapi Simmental pada umur yang berbeda.
Umur (tahun) | Rata-rata pH semen ± SD | |
3 | 6,4±0,1 | |
4 | 6,5±0,1 | |
7 | 6,5±0,1 | |
8 | 6,5±0,1 |
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) antara pH semen sapi Simmental pada umur yang berbeda. Hal ini sesuai dengan penelitian Dewi dkk. (2012) yang menyatakan bahwa hasil uji pH pada semen sapi Jawa pada umur yang berbeda menunjukkan tidak terdapat perbedaan.Berbeda dengan pH semen kerbau dari hasil penelitian Kiani et al. (2014) yang menyatakan bahwa pH semen pada kerbau kundhi berumur < 5 tahun akanmengkhasilkan pH semen terendah (6,39±0,93), bila dibandingkan dengan pH semen kerbau pada umur 6-8 dan > 8 tahun (6,71±0,04 dan 6,87±0,01).
4.3 Perbedaan Motilitas Massa Semen pada Umur yang Berbeda
Hasil motilitas massa semen sapi Simmental pada umur yang berbeda di BIBD Ungaran ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata motilitas massa semen sapi Simmental pada umur yang berbeda.
Umur (tahun) | Rata-rata motilitas massa semen ± SD |
3 | 2±0,04 |
4 | 2±0 |
7 | 2±0,05 |
8 | 1,8±0,22 |
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) motilitas massa semen sapi Simmental pada umur yang berbeda. Hal ini sesuai dengan penelitian Wahuningsih, Saleh dan Sugiyatno (2013) menyatakan bahwa umur tidak memberikan pengaruh terhadap motilitas massa semen sapi Simmental. Hasil pemeriksaan rata-rata motilitas massa yang dihasilkan sapi Simmental pada umur yang berbeda adalah 1,94±0,14. Hal ini menunjukkan bahwa semen memiliki motilitas normal, Hafez (2008) menyatakan bahwa motilitas massa semen sapi adalah 2+ sampai 3+.
4.4 Perbedaan Persentase Motilitas Individu Semen pada Umur yang Berbeda
Hasil persentase motilitas individu semen sapi Simmental pada umur yang berbeda di BIBD Ungaran ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata motilitas individu semen sapi Simmental pada umur yang berbeda.
Umur (tahun) | Rata-rata motilitas individu semen ± SD (%) |
3 | 72.1±1.2a |
4 | 71.3±0.8ab |
7 | 70.3±0.5ab |
8 | 66.3±5c |
Keterangan: Superskrip huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).
Hasil analisis rancangan ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) antara persentase motilitas individu semen sapi Simmental pada umur yang berbeda. Hal ini sesuai dengan penelitian Fuerst-waltl et al. (2006) umur memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap persentase motilitas individu yang dihasilkan sapi Simmental. Didukung penelitian Brito et al. (2002) menyebutkan bahwa peningkatan umur memberikan pengaruh yang signifikan terhadap persentase motilitas spermatozoa (P<0,01) dan peningkatan spermatozoa abnormal (P<0,01).
Pada umur 3 tahun persentase motilitas individu sapi Simmental tertinggi, semakin menigkat umur persentase motilitas semen semakin menurun. Hasil penelitian Lestari dkk. (2013) menyatakan bahwa hasil persamaan garis regresi antara umur dengan presentase motilitas individu menunjukkan adanya penurunan secara perlahan setelah umur 100 minggu dan mengalami peningkatan kembali pada usia diatas 300 minggu (5-7 tahun).
4.5 Perbedaan Konsentrasi Spermatozoa Semen pada Umur yang Berbeda
Hasil konsentrasi spermatozoa sapi Simmental pada umur yang berbeda di BIBD Ungaran ditampilkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rata-rata konsentrasi spermatozoa semen sapi Simmental pada umur yang berbeda.
Umur (tahun) | Rata-rata konsentrasi semen ± SD (juta/ml) |
3 | 1.703,3±167,2a |
4 | 1.612,2±172,2ab |
7 | 1.450,7±172,2bc |
8 | 1.254,6±113,6c |
Keterangan: Superskrip huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa umur memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap konsentrasi spermatozoa sapi Simmental. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Lestari dkk. (2013) yang menyatakan bahwa umur mempengaruhi konsentrasi spermatozoa (P<0,01). Didukung penelitian Addass (2011) yang menyatakan bahwa umur memberikan pengaruh (P<0,01) terhadap cadangan spermatozoa didalam testis dan epididimis, pada kelompok umur > 4 tahun akan memiliki cadangan spermatozoa tertinggi yaitu sebesar 136,66±2,19 x 109 ml-1, dari pada umur 3 kelompok umur lainnya yaitu 1,5-2 tahun; 2,5-3 tahun dan 3,3-4 tahun memiliki cadangan spermatozoa didalam testis secara berturut-turut 123,35±4,47; 120,95±2,66; 130,52±2.21 juta/ml.
- 6 Perbedaan Total Spermatozoa pada Umur yang Berbeda
Hasil pemeriksaan total spermatozoa sapi Simmental pada umur yang berbeda dapat ditampilkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Rata-Rata Total Spermatozoa Sapi Simmental pada Umur yang Berbeda
Umur (tahun) | Rata-rata Total Spermatozoa (juta) ± SD |
3 | 11.586,5±1945,6ab |
4 | 10.468,1±1148,8ab |
7 | 12.593,6±947,8a |
8 | 11.570,2±2642,2b |
Keterangan: Superskrip huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa umur memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap total spermatozoa sapi Simmental. Sesuai dengan penelitian Brito et al. (2002) yang menyatakan bahwa umur memberikan pengaruh yang signifikan terhadap total spermatozoa yang dihasilkan sapi Simmental. Didukung oleh penelitian Adhyatma dkk. (2013) yang menyebutkan bobot badan dapat memberikan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap total spermatozoa.
Sapi Simmental pada kelompok umur 7 tahun menunjukkan total spermatozoa tertinggi dibandingkan dengan kelompok umur 3, 4 dan 8 tahun. Volume semen dan konsentrasi spermatozoa dapat mempengaruhi total spermatozoa yang dihasilkan, sehingga semakin tinggi volume semen dan konsentrasi spermatozoa maka total spermatozoa akan semakin banyak dan meningkatkan total dosis semen beku yang dihasilkan. Semakin tinggi total spermatozoa maka semen beku yang dihasilkan akan semakin tinggi.
- 7 Perbedaan Total Spermatozoa Motil pada Umur yang Berbeda
Hasil total spermatozoa motil sapi Simmental pada umur yang berbeda di BIBD Ungaran ditampilkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-Rata Total Spermatozoa Motil Sapi Simmental pada Umur yang Berbeda.
Umur (tahun) | Rata-rata Total Spermatozoa Motil (juta) ± SD |
3 | 8.341,8±1.282,5ab |
4 | 7.471,7±845,6b |
7 | 8.857,6±662,7a |
8 | 7.820,3±2.229,4ab |
Keterangan: Superskrip huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05).
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa umur memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap total spermatozoa motil sapi Simmental. Hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan penelitian Brito et al. (2002) menyatakan bahwa umur memberikan pengaruh yang signifikan terhadap total spermatozoa motil yang dihasilkan sapi Simmental. Adhyatma dkk. (2013) menyebutkan bahwa bobot badan yang berbeda tidak menghasilkan spermatozoa motil semen segar yang berbeda (P>0,05).
Hasil total spermatozoa diperoleh dengan cara mengalikan persentase motilitas individu dengan total spermatozoa. Total spermatozoa motil semen sapi Simmental pada kelompok umur 3 tahun memiliki rata-rata 8.341,8±1.282,5 juta spermatozoa, umur 4 tahun memiliki rata-rata 7.471,7±845,6 juta spermatozoz, umur 7 tahun memiliki rata-rata 8.857,6±662,7 juta sel dan umur 8 tahun memiliki rata-rata 7.820,3±2.229,4 juta spermatozoa. Sapi Simmental pada umur 7 tahun menunjukkan total spermatozoa motil tertinggi dibandingkan dengan kelompok umur 3, 4 dan 8 tahun, karena umur yang meningkat dapat menurunkan persentase motilitas spermatozoa dan konsentrasi spermatozoa yang dihasilkan sapi Simmental.
4.7 Produksi Semen Beku Sapi Simmental pada Umur yang Berbeda
Hasil semen beku sapi Simmental pada umur yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-rata produksi semen beku sapi Simmental pada umur yang berbeda
Umur (tahun) | Produksi Semen Beku (Straw) ± SD |
3 | 318,7±43,1 |
4 | 300±38,2 |
7 | 263,6±57,8 |
8 | 236,6±180,1 |
Produksi straw semen beku terbanyak pada usia 3 tahun (318,7±43,1 buah straw), kemudian mengalami penurunan secara perlahan dari umur 4, 7, 8 tahun (300±38,2; 263,6±57,8 dan 236,6±180,1 buah straw). Faktor yang mempengaruhi jumlah semen beku yang dihasilkan oleh seekor sapi adalah kuantitas semen segar yang dihasilkan, jumlah spermatozoa motil, proses pengenceran dan proses pembekuan. Sapi Simmental pada umur 7 tahun memiliki total spermatozoa tertinggi dibandingkan sapi Simmental umur 3 dan 4 tahun, namun produksi straw semen beku lebih rendah dibandingkan sapi Simmental umur 3 dan 4 tahun. Hal ini jerjadi karena semen sapi Simmental pada umur 7 tahun banyak mengalami kerusakan saat proses pengenceran dan mengakibatkan pada uji before freezing mengalami penurunan hingga < 55%, sehingga tidak dapat dilanjutkan ke proses freezing dan dilakukan pembuangan (afkir).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Simpulan yang dapat diambil dari penelitian diatas adalah :
- Semakin menigkatnya umur sapi Simmental mengakibatkan peningkatan volume semen, akan tetapi terjadi penurunan persentase motilitas individu dan konsentrasi spermatozoa, namun untuk pH dan motilitas massa tidak menunjukkan perbedaan dan total spermatozoa motil mengalami penurunan setelah umur 3 tahun dan mengalami peningkatan pada umur 7 tahun.
- Semakin meningkat umur sapi Simmental mengakibatkan penurunan jumlah straw semen beku.
5.2 Saran
Dari hasil penelitian diatas, saran yang dapat disarankan adalah dalam pemeliharaan pejantan minimal berumur 3 tahun agar mendapatkan produksi straw semen beku tinggi dan meningkatkan efisiensi biaya produksi yang dikeluarkan. (DRw)
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Addass, P.A. 2011. Effect of age and body condition score on sperm production potential among some indegenous bull cattle in Mubi Adamawa State, Nigeria. Agric. Biol. J. N. Am. 2(2): 203-206.
Adhyatma M, Isnaini N, dan Nuryadi. 2013. Pengaruh Bobot Badan Terhadap Kualitas dan Kuantitas Semen Sapi Simmental. J. Ternak Tropika. 14(2):53-62.
BPS. 2014. Data Pertanian. www.bps.go.id diakses. 12 Desember 2014.
Brito, L.F.C., Silva, A. E. D. F., Rodriques, L. H., Vieira. F. V., Deragon, L. A. G and Kastelic, J. P. 2002. Effects of environmental factors, age and genotype on sperm production and quality in Bos indicus and Bos taurus AI bulls in Brazil. Animal Reproduction Seience. 70: 181-190.
Dewi, S.A., Ondho, Y. S. dan Kurnianto, E. 2012. Kualitas semen berdasarkan umur pada sapi Jawa. Animal Agriculture Journal. 1(2): 126-133.
Fuerst-Waltl, Birgit., Schwarzenbacher, Hermann., Perner, Christa and Solkner, Johann. Effect og age ang environmental factors on semen production and semen quality of Australia Simmental bulls. Animal Reproduction Seience. 95: 27-37.
Hafez, E.S.E. 2008. Artificial Insemination. In Reproduction In Farm Animals. E.S.E. Hafez (editor) 7th Edition. Lea and Febiger: 376 – 390.
Ismaya. 2014. Bioteknologi Inseminasi Buatan Pada Sapi Dan Kerbau. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. ISBN: 979-420-848-5.
Kiani, F. A., Arfan, Y., Muhammad, A. Z., Mudussar, N., Akbar, Z., Mujeeb. U. R. S., and Magsi, A. S. 2014. Effect of age on physical characteristics of Kundhi buffalo bull semen. International Journal of Current Mikrobiology and applied sciences. 63 (11): 445-453.
Lestari S., Saleh, D. M., dan Maidaswar. 2013. Profil Kualitas Semen Segar Sapi Pejantan Limousin Dengan Umur Yang Berbeda Di Balai Inseminasi Buatan Lembang Jawa Barat. Jurnal Ilmu Peternakan. 1(3): 1165-1172.
Paldusova, M., Kopec, T., Chladek, G., Hasek, M., Machal, L., Falta, D. 2014. The effect of the stable environment and age on the semen production in the Czech Fleckvieh bulls. Mandel. Net:178-182.
Susilawati, T. 2011. Spermatology. Universitas Brawijaya (UB) Press. Malang. ISBN 978-602-8960-04-5.
Susilawati, T. 2013. Pedoman Inseminasi Buatan pada Ternak. Universitas Brawijaya (UB) Press. Malang. ISBN 978-602-203-458-2.
Wahyuningsih, A., Saleh, D. M., dan Sugiyatno. 2013. Pengaruh Umur Pejantan dan Frekuensi Penampungan Terhadap Volume dan Motilitas Semen Segar Sapi Simmental Di Balai Inseminasi Buatan Ungaran. Jurnal Ilmiah Peternakan. 1(3): 947-953.[:]