Kambing senduro merupakan salah safu galur ternak dari rumpun kambing peranakan Etawa yang telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri pertanian Nomor 1055/Kpts/SR’120110/2014 tentang Penetapan Galur Kambing Senduro. Kambing Senduro dikenal Sebagai Tipe Dwiguna yaitu memiliki potensi produksi baik susu maupun daging. Ini menarik bagi peternak karena dapat mendapatkan dua hasil yang optimal dari satu sumber ternak. Selain itu Kambing Senduro berasal dari sebaran asli geografis di Provinsi Jawa Tirnur yang mempunyai karakteristik bentuk fisik dan komposisi genetik serta kemampuan adaptasi di lingkungan tropis, sehingga akan adaptif terhadap kondisi lingkungan, tahan penyakit, serta bersifat prolific (lebih dari satu anak setiap kelahiran).

 

Dalam upaya pengembangan dan pemanfaatan yang berkelanjutan, diperlukan standar mutu bibit sebagai acuan bagi peternak kambing Senduro. Standar Nasional Indonesia (SNI 7352-3:2018 memberikan jaminan kepada konsumen dan produsen tentang mutu bibit kambing Senduro dan memiliki tujuan untuk meningkatkan produktivitas kambing Senduro di Indonesia. Melalui SNI ini, peternak dapat dengan tepat menerapkan persyaratan mutu dan cara pengukuran bibit. Standar Mutu menjamin persyaratan mutu pada tiga hal, yakni persyaratan umum, persyaratan kualitatif dan peralatan kuantitatif.

 

Persyaratan umum yang harus dimiliki bukan hanya kambing Senduro, namun juga kambing lainnya. Kambing harus terdefinisi sehat oleh dokter hewan, bebas dari cacat fisik dan organ reproduksi. Selain itu, bibit kambing jantan maupun betina harus dalam kondisi normal, dengan ciri-ciri bibit jantan memiliki libido yang baik dan bentuk skrotum normal dan simetris, sedangkan bibit betina memiliki ambing normal dan simetris. Ini merupakan prasyarat dasar yang harus dimiliki oleh kambing Senduro, kemudian persyaratan kedua adalah persyaratan kualitatif yang dinilai berdasarkan bentuk fisik dan ciri-ciri yang mengikuti. Kambing Senduro memiliki warna bulu putih; muka cembung; daun telinga panjang, menggantung, terkulai dan/atau berlekuk; dan bulu pembeda bagi jantan dan betina. Persyaratan terakhir yakni persyaratan kuantitatif yang meliputi parameter ukuran fisik yang harus dipenuhi kambing dalam ukuran satuan (cm), meliputi tinggi pundak, panjang badan, lingkar dada, dan lingkar skrotum (bagi kambing jantan) seperti terlihat pada tabel I dan tabel 2.

Cara peneutuan umur kambing dilakukan berdasarkan catatan kelahiran (recording) atau menaksir umur melalui pergantian gigi seri. Cara penentuan umur berdasarkan pergantian gigi seri seperti terlihat pada tabel 3. Kemudian secara fisik, pengukuran kambing Senduro dapat menggunakan tongkat ukur dan pita ukur. Penentuan umur dan pengukuran kambing ini menjadi hal perlu diperhatikan karena berpengaruh terhadap pengambilan keputusan terkait spesifikasi kambing secara kualitatif dan kuantitatif.

 

Dengan pemenuhan prasyarat umum, kualitatif dan kuantitatif bibit kambing Senduro harus dilakukan pengawasan melalui berbagai metode pengembangan , meliputi peningkatan mutu genetik kambing melalui seleksi, pemurnian, uji performance dan persilangan; mempertahankan sex ratio jantan dan betina; penilaian, penetapan, pelepasan dan pembinaan rumpun dan galur ternak. Pengawasan ini akan selaras dengan kebijakan yang diambil dalam rangka peningkatan mutu kambing Senduro dalam berbagai aspek pada kebijakan teknis perbibitan, kebijakan tata ruang, dan kebijakan regulasi. Kebijakan-kebijakan tersebut akan mengarah pada peningkatan mutu genetic ternak yang akan berpengaruh pada harga jual ternak kambing Senduro dan berdampak pada kesejahteraan peternak.

Sumber: Disnak Provinsi Jatim