Oleh :Â Putri Damayanti
FKH Unair
Laminitis merupakan peradangan lamina dinding kuku pada hewan ternak, dapat terjadi pada sapi, domba, ataupun kambing. Laminitis sering menimbulkan rasa tidak nyaman dan sakit pada lamina kuku, kepincangan, perubahan struktur kuku, penurunan produksi susu, dan reproduksi. Menurut Kloosterman penyebab dari laminitis ini erat kaitannya dengan keadaan asidosis pada rumen akibat meningkatnya konsumsi pakan tinggi karbohidrat. Selain itu laminitis dapat disebabkan oleh trauma pada kuku, gangguan nutrisi, teknik pemotongan kuku yang salah, gangguan hormonal, gangguan vaskularisasi darah ke daerah kaki, infeksi sistemik atau kondisi yang menyebabkan endotoksin misalnya mastitis, dapat pula disebabkan karena endometritis yang terjadi pasca melahirkan (Bergsten, 2001). Manajemen  pemeliharaan yang buruk merupakan faktor penting yang dapat menimbulkan kasus laminitis tersebut.
Ternak yang terkena laminitis akan ditemukan lesi pada bagian teracaknya. Lesi umum yang sering ditemukan dapat berupa perdarahan pada sole, double sole, fisura dan abses pada white line, ulkus, dan nekrosis. Laminitis dapat berjalan secara akut, subakut, dan kronis. Laminitis akut terjadi dalam waktu yang sangat pendek. Hewan penderita laminitis akut ini akan menunjukkan gejala klinis berupa stress, anorexia (nafsu makan menurun), hewan ternak kesulitan berdiri dengan seimbang dan apabila dipaksa untuk berjalan hewan penderita laminitis akan tampak berjalan dengan pincang.  Laminitis akut ini dapat disebabkan oleh beberapa penyakit seperti metritis, mastitis, dan Bovine Viral Diarhea (BVD). Laminitis subakut merupakan bentuk paling umum sering terjadi pada sapi perah terutama saat melahirkan. Gejala kepincangan sering muncul 2-4 minggu setelah melahirkan. Namun, terkadang kepincangan sering tidak terlihat meskipun sapi berjalan kaku dan kaki terlihat lemah. Sedangkan pada laminitis kronis akan akan terlihat setelah beberapa bulan. Kuku akan mengalami kerusakan pada lamina dan dinding kuku akan mengalami perubahan bentuk (Kloosterman, 2007).
Laminitis mempunyai dampak ekonomi yang sangat besar bagi peternak, perusahaan maupun balai yang bergerak dibidang peternakan karena dapat menurunkan produktifitas dari ternak baik berupa menurunan produksi susu, daging, maupun penurunan tenaga ternak yang dimanfaatkan tenaganya. Upaya yang dapat dilakukan untuk pencegahan laminitis pada ternak yaitu memperhatikan manajemen pemeliharaan ternak dengan serius, seperti memperhatikan komposisi pakan dan keseimbangan pakan antara konsentrat dan serat untuk meningkatkan proses ruminansi, ketidakseimbangan antara konsentrat dan serat dapat menimbulkan asidosis rumen, ketosis, dan endotoksemia (Ossent et al. 1997). Asidosis rumen menyebabkan menurunnya pH sistemik yang dapat mengaktifkan mekanisme vasoaktif sehingga terjadi peningkatan pulsus dan aliran darah keseluruh tubuh. Asidosis juga akan memicu keluarnya histamin sebagai reaksi adanya perubahan, ketidakseimbangan dan penyakit, yang pada akhirnya akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah. Vasokonstriksi pembuluh darah ini akan mengakibatkan tekanan pada daerah kuku dan kaki hewan ternak sebagai penyangga berat badan. Pada akhirnya peredaran darah di kuku akan semakin berkurang dan berhenti sehingga akan terjadi hypoxia (kekurangan oksigen) selanjutnya akan menimbulkan necrosis pada bagian teracak. Kesalahan manajemen pakan merupakan faktor utamapenyebab dari laminitis. Sedangkan dari segi manajemen kandang harus diperhatikan kebersihan, kandang dibuat dengan menutup alas dengan karpet dan menghindari penggunaan alas beton secara langsung untuk mengurangi pergesekan kuku dengan lantai kandang yang dapat menyebabkan perlukaan kuku. Usahakan pula ukuran kandang cukup luas agar ternak dapat exercisedan berbaring sehingga ternak akan merasa nyaman dalam kandang tersebut (Kloosterman 2007).
Pengobatan untuk lamintis dapat dilakukan dengan pemotongan kuku (trimming) yang dilakukan dengan hati-hati untuk menghilangkan bagian kuku yang mungkin dapat memperparah lesi.Manson & Leaver (1988b) menunjukkan  bahwa trimmingsebelum melahirkan menghasilkan lebih sedikit sapi yang mengalamikelumpuhan akibat laminitis  daripada sapi yang tidak dilakukan trimming.Selain itu, Distl and Mair (1990)menunjukkan bahwa ukuran kuku kaki yang tidak sama juga dapat menyebabkan timbulnya lesi karena berat antara kaki kanan dan kiri yang tidak sama, pemotongan kuku (trimming) dapat menyamakan bobot kuku kanan dan kiri. Dapat pula diberikan obat penghilang rasa sakit (analgesic) namun tidak diberikan terlalu sering. Pengecekan kuku secara rutin juga sangat membantu untuk mencegah terjadinya laminitis pada ternak, sehingga jika terdapat abnormalitas pada kuku dapat segera ditangani sebelum terdapat gejala klinis atau lesi yang parah berkembang.
FKH Unair
Laminitis merupakan peradangan lamina dinding kuku pada hewan ternak, dapat terjadi pada sapi, domba, ataupun kambing. Laminitis sering menimbulkan rasa tidak nyaman dan sakit pada lamina kuku, kepincangan, perubahan struktur kuku, penurunan produksi susu, dan reproduksi. Menurut Kloosterman penyebab dari laminitis ini erat kaitannya dengan keadaan asidosis pada rumen akibat meningkatnya konsumsi pakan tinggi karbohidrat. Selain itu laminitis dapat disebabkan oleh trauma pada kuku, gangguan nutrisi, teknik pemotongan kuku yang salah, gangguan hormonal, gangguan vaskularisasi darah ke daerah kaki, infeksi sistemik atau kondisi yang menyebabkan endotoksin misalnya mastitis, dapat pula disebabkan karena endometritis yang terjadi pasca melahirkan (Bergsten, 2001). Manajemen  pemeliharaan yang buruk merupakan faktor penting yang dapat menimbulkan kasus laminitis tersebut.
Ternak yang terkena laminitis akan ditemukan lesi pada bagian teracaknya. Lesi umum yang sering ditemukan dapat berupa perdarahan pada sole, double sole, fisura dan abses pada white line, ulkus, dan nekrosis. Laminitis dapat berjalan secara akut, subakut, dan kronis. Laminitis akut terjadi dalam waktu yang sangat pendek. Hewan penderita laminitis akut ini akan menunjukkan gejala klinis berupa stress, anorexia (nafsu makan menurun), hewan ternak kesulitan berdiri dengan seimbang dan apabila dipaksa untuk berjalan hewan penderita laminitis akan tampak berjalan dengan pincang.  Laminitis akut ini dapat disebabkan oleh beberapa penyakit seperti metritis, mastitis, dan Bovine Viral Diarhea (BVD). Laminitis subakut merupakan bentuk paling umum sering terjadi pada sapi perah terutama saat melahirkan. Gejala kepincangan sering muncul 2-4 minggu setelah melahirkan. Namun, terkadang kepincangan sering tidak terlihat meskipun sapi berjalan kaku dan kaki terlihat lemah. Sedangkan pada laminitis kronis akan akan terlihat setelah beberapa bulan. Kuku akan mengalami kerusakan pada lamina dan dinding kuku akan mengalami perubahan bentuk (Kloosterman, 2007).
Laminitis mempunyai dampak ekonomi yang sangat besar bagi peternak, perusahaan maupun balai yang bergerak dibidang peternakan karena dapat menurunkan produktifitas dari ternak baik berupa menurunan produksi susu, daging, maupun penurunan tenaga ternak yang dimanfaatkan tenaganya. Upaya yang dapat dilakukan untuk pencegahan laminitis pada ternak yaitu memperhatikan manajemen pemeliharaan ternak dengan serius, seperti memperhatikan komposisi pakan dan keseimbangan pakan antara konsentrat dan serat untuk meningkatkan proses ruminansi, ketidakseimbangan antara konsentrat dan serat dapat menimbulkan asidosis rumen, ketosis, dan endotoksemia (Ossent et al. 1997). Asidosis rumen menyebabkan menurunnya pH sistemik yang dapat mengaktifkan mekanisme vasoaktif sehingga terjadi peningkatan pulsus dan aliran darah keseluruh tubuh. Asidosis juga akan memicu keluarnya histamin sebagai reaksi adanya perubahan, ketidakseimbangan dan penyakit, yang pada akhirnya akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah. Vasokonstriksi pembuluh darah ini akan mengakibatkan tekanan pada daerah kuku dan kaki hewan ternak sebagai penyangga berat badan. Pada akhirnya peredaran darah di kuku akan semakin berkurang dan berhenti sehingga akan terjadi hypoxia (kekurangan oksigen) selanjutnya akan menimbulkan necrosis pada bagian teracak. Kesalahan manajemen pakan merupakan faktor utamapenyebab dari laminitis. Sedangkan dari segi manajemen kandang harus diperhatikan kebersihan, kandang dibuat dengan menutup alas dengan karpet dan menghindari penggunaan alas beton secara langsung untuk mengurangi pergesekan kuku dengan lantai kandang yang dapat menyebabkan perlukaan kuku. Usahakan pula ukuran kandang cukup luas agar ternak dapat exercisedan berbaring sehingga ternak akan merasa nyaman dalam kandang tersebut (Kloosterman 2007).
Pengobatan untuk lamintis dapat dilakukan dengan pemotongan kuku (trimming) yang dilakukan dengan hati-hati untuk menghilangkan bagian kuku yang mungkin dapat memperparah lesi.Manson & Leaver (1988b) menunjukkan  bahwa trimmingsebelum melahirkan menghasilkan lebih sedikit sapi yang mengalamikelumpuhan akibat laminitis  daripada sapi yang tidak dilakukan trimming.Selain itu, Distl and Mair (1990)menunjukkan bahwa ukuran kuku kaki yang tidak sama juga dapat menyebabkan timbulnya lesi karena berat antara kaki kanan dan kiri yang tidak sama, pemotongan kuku (trimming) dapat menyamakan bobot kuku kanan dan kiri. Dapat pula diberikan obat penghilang rasa sakit (analgesic) namun tidak diberikan terlalu sering. Pengecekan kuku secara rutin juga sangat membantu untuk mencegah terjadinya laminitis pada ternak, sehingga jika terdapat abnormalitas pada kuku dapat segera ditangani sebelum terdapat gejala klinis atau lesi yang parah berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
Bergsten, C. 2001. Laminitis: causes, risk factors, and prevention. In Mid-south Ruminant Nutrition Conference.
Distl, O., Kräusslich, H., Mair, A., Spielmann, C., & Diebschlag, W. 1990. Computer-assisted analysis of pressure distribution on cattle claws. DTW. Deutsche tierarztliche Wochenschrift.
Kloosterman, P. 2007. Laminitis: Prevention, diagnosis and treatment. In Proc. Western Canadian Dairy Seminar Advances in Dairy Technology.
Manson, F. J., & Leaver, J. D. 1988. The influence of dietary protein intake and of hoof trimming on lameness in dairy cattle. Animal Science.
Ossent P. Greenough PR, Vermunt JJ. 1997. Laminitis. Di dalam: Lameness in Cattle. Philadelphia: Saunders Company.