Oleh : Muhammad Tegar K.K. S.Pt
Wasbitnak Ahli Pertama

Teknologi Inseminasi Buatan (IB) di Indonesia sampai saat selalu menjadi “senjata andalan” dalam  engembangkan peternakan nasional. Teknologi ini terbukti berkontribusi dalam peningkatan populasi danjuga perbaikan kualitas genetik ternak. Setiap tahunnya, sejumlah 1,5 juta pedet lahir sebagai hasil dari IB dari total 2.7 Juta kelahiran pedet tiap tahunnya (Anonimous, 2000). Namun begitu, tidak semua kegiatan IB selalu berhasil. Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan merilis angka S/C nasional yaitu 1,8. Artinya rata rata sapi baru bisa bunting setelah di IB sebanyak 1,2 dosis

Keberhasilan program IB dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain:
  1. Kualitas semen dan Handling Semen terutama motilitas pasca thawing atau post thawing motility (PTM). Pihak produsen tentunya harus mendistribusikan semen beku yang sesuai sesuai dengan standar SNI 4869.1:2008.  Semen beku dengan konsentrasi 25 juta straw, presentase spermatozoa PTM minimal 40% dan presentase spermatozoa yang abnormal maksimal 10% sedangkan yang kurang dari standar SNI akan diafkir atau tidak terpakai (Anonimous, 2000). Berkurangnya kualitas semen terutama pada motilitas biasanya terjadi pada handling semen yang kurang baik di lapangan. Sapi yang di IB dengan semen beku PTM ?40% bisa mendapatkan presentas kebuntingan yang tinggi yaitu antara 90-100%. Jika dibandingkan dengan sapi yang di IB dengan semen beku yang memiliki PTM 5-20% mendapatkan presentase angka kebuntingan yang rendah yaitu 80%.Hal ini disebabkan karena kesalahan mendeposisikan semen pada saat penyemprotan semen sapinya bergerak, atau karena waktu pelaksanaan IB yang kurang tepat. Kemungkinan penyebab lain adalah jumlah spermatozoa yang motil hanya sedikit (20%) sehingga spermatozoa yang mampu bergerak mencapai tuba fallopii hanya sedikit dan tidak terjadi pembuahan. Rendahnya motilitas sperma ini disebabkan adanya perubahan suhu (cold shock) saat memproses semen segar menjadi semen beku dan pada saat mencairkannya kembali (thawing). Menurut Rodriguez-Gil et al (2007), menyatakan bahwa dengan adanya penambahan granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) dapat berfungsi mempertahankan persentase motilitas sprema setelah thawing. Dengan perlakuan GM-CSF tersebut motilitas sperma segar (88,9%) setlah thawing dapat dipertahankan menjadi 67,3%, jika dibandingkan tanpa perlakuan (55,2%). Susilawati (2011), menyatakan bahwa spermatozoa yang dapat mencapai tuba fallopii tidak lebih dari 1000. IB dengan berbagai tingkatan kualitas spermatozoa post thawing menunjukkan bahwa semakin besar presentase PTM semen yang diberikan, akan semakin tinggi tingkat alternatif atas kesalahan diagnosa prediksi kebuntingan dengan metode NRR.
  2. Keterampilan inseminator dalam mendeposisikan semen. Yang sering terjadi adalah pada proses thawing yang tidak sesuai dengan prosedur standar, thawing yang baik dilakukan pada suhu 37-38oC. Pada suhu tersebut motilitas sperma paling tinggi daripada suhu dibawahnya apalagi suhu diatasnya. Thawing pada suhu yang tepat dapat meningkatkan peluang kebuntingan. Sayoko et al (2007) menyatakan bahwa thawing menggunakan air hangat akan memberikan hasil persentase hidup spermatozoa lebih tinggi jika dibandingkan menggunakan air sumur.
  3. Ternak betina itu sendiri. Ternak betina yang baik sebagi akseptor IB adalah ternak dengan alat reproduksi yang sehat, tanpa ada kelainan reproduksi. Selain itu Body Condision Score sapi betina haruslah sedang (score 2,5-3), jangan terlalu gemuk apalagi terlalu kurus. Sapi betina yang memiliki karakteristik pinggul yang lebar lebih bagus digunakan sebagai akseptor IB.
  4. Deteksi Birahi dan Ketepatan Waktu IB. Setelah terjadi ovulasi, sel ovum hanya bisa bertahan 10-12 jam dalam organ reproduksi betina. Selang waktu pendek tersebut harus dimanfatkan dengan baik. Waktu IB yang tepat adalah ketika sapi betina birahi pada paghi hari sapi tersebut harus di IB sore hari, sebaliknya ketika sapi birai pada sere hari sapi tersebut harus di IB pada pagi keesokan harinya. Dalam hal ini peternak harus memiliki pengetahuan mengenai deteksi birahi. Tanda-tanda birahi yang terjadi dengan sempurna adalah vulva membengkak, merah, suara melenguh, mengeluarkan lendir, saling menaiki dan juga hewan tersebut gelisah
 
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2000. Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Bibit Ternak.Direktorat Jendral Peternakan,Direktorat Perbibitan.

Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Airlangga University Press. Surabaya

Prayogo, T. B. 2008. Peningkatan Keberhasilan Kebuntingan Melalui Modifikasi Teknik Deposisi Semen Pada Sapi Peranakan Ongole (PO). Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.

Sayoko Y, M Hartono, dan PE Silotonga. 2007. Faktor?faktor yang Mempengaruhi Persentase Spermatozoa Hidup Semen Beku Sapi pada Berbagai Inseminator di Lampung Tengah. Kumpulan Abstrak Skripsi Jurusan Produksi Ternak. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.

Selk, G. 2007. Artificial Insemination For Beef Cattle. Division of Agricultural Sciences and Natural Resources, Oklahoma State University. https://osuextra.okstate.edu.

Susilawati T (2011. Spermatologi. UB Press. Brawijaya University

Rodríguez-Gil JE, Silvers G, Flores E, Jesús Palomo M, Ramírez A, Montserrat Rivera M, Castro M, Brito M, Bücher D, Correa J, Concha II. 2007. Expression ofthe GM-CSF receptor in ovine spermatozoa: GMCSF effect on sperm viability and motility of sperm subpopulations after the freezing-thawing process. Theriogenology. 67:1359-1370.

Tappa, B., R. Harahap, S. Said, R. Ridwan, H.Yanwa dan E.Sophion. 2012. Upaya Perbaikan Mutu Genetik Sapi Potong Dan Usaha Tani Hijauan Makanan Ternak Di Kabupaten Belu, NTT. Pengembangan wilayah perbatasan NTT melalui penerapan teknologi. http : // www. elib. pdii. lipi.go.id / katalog/index.php/ search katalog/ .../9477. [Diunduh tanggal 6 November 2012].