SADURAN JURNAL
Jurnal : Asian-Australas J Anim Sci Vol. 32, No. 4:467-476 April 2019
Oleh : Muhammad Tegar K.K., S.Pt
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki banyak bangsa sapi lokal seperti sapibali, pesisir, sumba ongole, Madura aceh grati, kaingan, Sumbawa, pasudan, jabbress dan Galekan dengan karakter masing masing. Sapi sapi tersebut memiliki peran yang sangat vital bagi Indonesia terutama dalam bidang sosial ekonomi, konservasi dan program pembibitan. Untuk itu perlu adanya program pembibitan yang berdasarkan pada potensi yang spesifik dari setia bangsanya dan informasi genetiknya. Kurangnya recording di Indonesia menyebabkan kurang efektifnya programprogram yang bertujuan untuk konservasi dan pembibitan.
Informasi mengenai keragaman genetik diperlukan untuk program konserfasi terutama pada sapi lokal Indonesia sehingga bsa dimanfaatkanoleh peternak lokal untuk mengembangkan bisnis berbasiskan bangsa ternak tersebut. Perkembangan teknologi pada DNA memungkinkan dalam mendukung program tersebut. Mikrosatelitte adalah bagian dari DNA yang sangat ideal untuk dianalisis karena jumlahnya berlimpah, polimorfisme yang tinggi, tersebarluas di seluruh bagian eucromatich pada genom. Mikrosatelit bisa digunakan untuk mengestimasi jarak genetik, hubugan antara setiap bangsa, test parental, dan keragaman genetik,
Tujuan
Penelitian ini dilaksanakan untuk melihat keragaman genetik sapi sapi yang ada di Indonesia mengunakan mikrosatelit dan mengelompokan bangsa ternak berdasarkan jarak genetik dengan maksud memberikan informasi yang dapat mendukung perkembangan pembibitan ternak sapi lokal di Indonesia,
MATERI DAN METODE
Materi
Penelitian ini menggunakan sampel darah dari sapi sapi yang ada di Indonesia syaitu Simental purebred (n=19) Simmental Crossbred (n = 27), Ongole Grade (n = 27), Bali (n = 20), Pesisir (n = 13), Holstein Friesian (n = 20), Sumba Ongole (n = 38), Madura (n = 20), Banteng (n = 20), and Pasundan cattle (n = 25). Sampel darah diambil sebanyak 3-5 ml. Pengambilan darah menggunakan Venoject.
Primer dan Amplifikasi
Primer yang digunakan sebanyak 12 mikrosatelit dengan nilai PIC yang tinggi yang direkomendasikan oleh FAO yang selanjutnya digunakan dalam metode PCR. Ragent PCR berisi KAPA2G Robust Hot Start Ready Mix PCR Kit (Kapa Biosystems, Cape Town, South Africa) (18 μL), forward and reverse labeled primers (200 ng/μL), nuclease free water, dan sampel DNA. Analisis dilaksanakan di BASE Laboratory, Malaysia
Analisis Data
Data ukuran alel dikonfersi menggunakan aplikasi CONVERT versi 1.3.1 agar mmudahkan analisis data. Data yang sudah dikonversi dianalisis menggunakan POPGEN versi 1.3.2 untuk melihat nilai heterozigositas observasi, nilai heterozigositas ekspektasi, perbedaan genetik, aliran genhukum HW, dan frekuensi alel. Jarak genetik menggunakan aplikasi MEGA versi6.0
Hasil
Keragaman genetik bisa diukur dengan melihat jumlah alel. Dibawah ini adalah tabel mengenai jumlah alel dalam oenelitian ini
Tabel 1, Statistik nilai Jumlah Alel, Rata rata alel efektif, Pengamatan, dan heterogenesis dan nilai PIC
Tabel 2. Nilai Fiction indice
Tabel 3. Jarak genetikpada 10 bangsa berdasarkan gen Nei identity (dibawah diagonal) dan Jarak Gen (diatas diagonal)
Gambar 1. Dendogram Bangsa Sapi di Indonesia mengunakan UPGMA
Gambar 2. Corespondence Factor Analysis (CFA) bangsa sapi di Indonesia
Gambar 3. PCoA bangsa sapi di Indonesia
Gambar 4. PCoA bangsa sapi di Indonesia
Pembahasan
Penggunaan mikrosatelit untuk mengevauasi keragaman genetik pada sapi di Indonesia telah dilaporkan dengan menyediakan phylogeni antara setiap bangsa. Namun penggunaan mikrosatelit sebagai dasar untuk melihat keragaman genetik pada sapi di Indonesia baru pertama kali di lakukan. Penelitia ini menggunakan 12 dari 30 margen mikrosatelit yang direkomendasikan FAO. Nilai heterozigositas ekspektasi lebih tinggi dari nilai heterozogositas observasi pada semua populasi. Hal ini bisa bisa disebabkan karena pengontrolan perkawinan, efek Wahlund, inbreeding, dan kombinasi dari semua faktor tersebut.Dengan kata lain, rendahnya nilai heterozigositas mengindikasikan bahwa bangsa tersebut telah dengan baik dikonservasi.
Nilai PIC yang lebih dari 0,5 menandakan informasi lokus dapat diapikasikan dan memberikan informasi yang valid.dengan kata lain infoemasi tersebut dapat digunakan sebagai dasar dalam program pembibitan dan konservasi. Nilai Fiksasion indice menunjukan telah ada indikasi prosesseleksi pada populasi tersebut.
Berdasarkan penelitian sebelumnya karakteristik morfologi antara simental purebred dan peranakan simental berbeda nyata. Peneitian ini mendukung hal tersebut, bahwa peranakan simental dan simental murni memiiki genetik yan berbeda dengan dasar analisi mikrosatelit. Begitu juga dengan sumba Ongole dan Ongole, terdapat perbedaan pada mikrosatelit sehingga genetik antara kedua bangsa tersebut berbeda.
Jarak genetik yang berdasarkan pada PCA dapat mengilustrasikan efek relative pada keragaman intra interspsies. Analisis PCA mengindikasikan kedekatan ubungan antara peranakan simental dan simentalpure breed . Madura, Pasundan dan pesisir juga memiliki hubungan kekerabatan yang dekat. Nilai jarak genetik dapat dipengaruhi banyak faktor termasuk popuasi yang digunkana dalam analisis. Banyak kesamaan antara banteng dan sapi
Bali pada penelitian ini memang sesuai dengan fakta bahwa sapi Bali adalah Banteng yang telah ama didomestikasikan. Nilai CFA, PCoA dan juga PCA menunjukan bahwa Banteng dan Sapi Bali memiliki kedekatan genetik yang erat. Sementara, sapi Bali, Madura dan Pesisir berbeda dengan sahiwal, shindig, dan Nallore. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian menetapkan bangsa Sapi Pasundan, Pesisir dan Madura, sebagai bangsa asli Indonesia
Kesimpulan
12 Mikrosatelit pada peneitian ini menunjukan tingkat polimorfisme yang tinggi dan informasi yang baik daam menentukan keragaman genetik pada bangsa sapi di Indonesia. Semua identifikasi mengarahkan pada pengolompakan bangsa sapi menjadi tiga kluster yaitu kuster Bos Taurus (Simental Pure Breed, peranakan Simental, dan FH), kemudian Bos Indicus (Sumba Ongole,Ongole, Madura, Pasundan, dan Pesisir) dan Bos Javanicus (Banteng, dan Sapi Bali)