Oleh: Rahayu Carlis Savitri
Mahasiswi FKH UNAIR

Penyakit Jembrana atau Jembrana disease virus (JDV), pertama kali muncul di daerah Sankaragung Bali, Indonesia pada bulan Desember 1964. Nama Jembrana berasal dari nama Desa yang pertama kali mengalami infeksi (Adiwinata, 1967). Penyakit ini disebabkan oleh infeksi akut Lentivirus yang merupakan anggota family Retroviridae (Kusumawati et al., 2014a). Virus Jembrana merupakan virus RNA dengan utas tunggal, berbentuk icosahedral dengan panjang basa 7732 pasang basa (pb) dan bersifat patogen hanya pada sapi Bali (Kertayadnya et al., 1993). Gejala umum ternak yang terserang penyakit Jembrana adalah demam tinggi, lymphadenopathy, lymphopenia, keringat darah dan mucus yang berlebihan pada mulut dan hidung. Kematian ternak akibat JDV terjadi pada 1 atau 2 minggu setelah infeksi (Wilcox et al., 1997).

Kepekaan sapi bali terhadap JDV banyak disebutkan sebagai akibat genetik. Tetapi belum jelas bagian mana dari gen yang berpengaruh, seperti halnya virus influenza pada tikus yang dipengaruhi oleh allele spesifik dari genomnya (Berata, 2015). Virus penyakit Jembrana (JDV) tidak khas seperti Lentivirus umumnya, yaitu bersifat menyebabkan penyakit kronis dengan masa inkubasi yang panjang. Walaupun bersifat akut dengan masa inkubasi pendek, ada beberapa hal yang mendahului. Pertama, pada kasus akut, sering melibatkan perubahan limfoproliferatif sebagaimana halnya penyakit Lentivirus yang bersifat limfotropik, seperti pada HIV. Kedua, penyakit mirip dengan infeksi Simian immunodeficiency virus pada monyet berekor babi (pig-tailed macaques) (SIVSMMPB) yaitu periode inkubasi pendek terjadi limfopenia berat, diikuti limfoproliferatif yang cepat dimana dominan terdiri dari limfosit muda (limfoblast) pada parafolikel limfonodus, limpa dan jaringan limfoid terutama di usus (Wilcox, 1997).

Adapun sifat-sifat biologis virus penyakit jembrana adalah sebagai berikut :
  1. Masa inkubasi pendek yaitu sekitar 5-7 hari dan hanya menyerang sapi bali.
  2. Tahan terhadap antibiotika.
  3. Sulit tumbuh dalam kultur jaringan dan tidak tahan terhadap eter.
  4. Sulit tumbuh pada hewan percobaan kecil dan tidak membunuh mencit.
  5. Mempunyai enzim reverse transcriptase.
  6. Mempunyai berbagai jenis protein p100, p45, p33, p16 dan protein mayor p26 yang bereaksi silang dengan antigen dan antibodi virus BIV (bovine immunodeficiency virus) (Wilcox, 1997).
  7. Menyebabkan immunodeficiency temporer yang ditandai dengan menurunnya daya tahan tubuh selama 2-4 bulan, menurunnya respon sel terhadap mitogen, menurunnya rasio sel CD4/CD8, menghilangnya sel-sel pembentuk antibodi, kebengkakan limpa dan kematian akibat infeksi sekunder.
  8. Virus jembrana dapat tinggal dalam darah dan jaringan tubuh penderita dalam waktu yang cukup lama (Berata, 2015).
Deteksi penyakit Jembrana dapat dilakukan melalui pengambilan sampel dari sekresi tubuh hewan yang terinfeksi antara lain adalah saliva, urine, susu, dan semen penderita. Sedangkan uji penunjang lainnya dalah dengan uji serologis dengan metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Rute infeksi virus Jembrana sendiri dapat melalui tiga cara, yaitu; oral, intranasal, dan conjunctival. Sapi yang terjangkit virus Jembrana akan terdeteksi paling cepat setelah 14 hari dari waktu infeksi melalui observasi gejala klinis yang tampak. Diagnose klinik penyakit Jembrana dapat dikonfirmasi setelah dilakukannya nekropsi hewan penderita dan dari deteksi lesi histopatologi (Soeharsono, 1995).

Demam tinggi yang kadang-kadang dapat mencapai 42oC, merupakan gejala klinis awal penyakit Jembrana. Gejala ini berlangsung selama 5-12 hari (rata-rata 7 hari). Secara eksperimental masa inkubasi penyakit bervariasi antara 4-12 hari. Kebengkakan kelenjar limfe terlihat pada kelenjar limfe prescapularis, prefemoralis dan parotis. Mencret yang sering disertai oleh darah dalam tinja yang terjadi beberapa hari setelah hewan demam. Pada penyakit yang akut, khusus pada wabah pertama, kematian dapat terjadi tiba-tiba. Kematian juga dapat terjadi dalam waktu relatif singkat pada sejumlah hewan dengan kondisi tubuh yang masih bagus. Gejala lainnya adalah hipersalivasi, leleran lendir bening dari hidung, erosi pada mukosa mulut dan bagian bawah lidah, bercak-bercak darah pada kulit (“keringat berdarah”) dan kepucatan mukosa mulut, mata dan alat kelamin (Dharma, et al.,1992). Perubahan yang konsisten dan menonjol pada darah adalah lekopenia dan limfopenia (Soesanto, et al.,1990). Di samping itu juga terjadi thrombositopenia, eosinopenia, neutropenia dan anemia (Wilcox, 1997). Selain itu, kadar urea darah meningkat dan kadar protein plasma darah menurun (Soesanto. et al., 1990).

Pengobatan dan pencegahan penyakit Jembrana tidak ada, dikarenakan penyakit ini berasal dari virus. Namun, vaksinasi dapat dilakukan dengan menggunakan antigen dari hewan yang telah sembuh dari JDV dengan diambil serumnya (antigen) kemudian diinduksi pada hewan untuk meningkatkan antibody atau kekebalan tubuhnya. Percobaan untuk menemukan antigen sebagai bahan utama vaksinasi JDV dari virus yang tidak aktif sampai sekarang masih mengalami kesulitan, dikarenakan virus ini vaksinasi hanya menekan durasi dan tingkat keparahan penyakit sampai tingkat yang bervariasi/ tertentu saja (METHAROM et al., 2000).

Daftar Pustaka
Kusumawati, A., T.A. Wanahari, R.F. Putri, B.A. Mappakaya and I.D. Tampubolon, 2014a. The structure and function of Jembrana disease virus genome. J. Inf. Mol. Biol. Sci., 2: 26-9. DOI: 10.14737/jimb.2307-5465/2.2.26.29

Kertayadnya G, GE Wilcox, S Soeharsono, N Hartaningsih, RJ Coelen, RD Cook and J Brownlie. 1993. Characteristics of a retrovirus associated with Jembrana disease in Bali Cattle. Journal of Genetics Virology 74, 1765-1773.

Wilcox, G.E. 1997. Jembrana Disease. Australian Veterinary Journal. Vol.75.p.492-497.file A:\Jembrana 2htm.

Berata, I Ketut. 2015. Penyakit Jembrana Musuh Utama Sapi Bali. Laboratorium Patologi FKH Unud; Workshop Binapoktan Udayana, 26 Nop.2015

Adiwinata, T. (1967). Some informative notes on a rinderpest-like disease on the island of Bali. In OIE- FAO Conference on Epizootics in Asia and the Far-East. Tokyo, 2-9 Oct 1967.

Soeharsono, S., G. E. Wilcox, A. A. Putra, N. Hartaningsih, K. Sulistyana And M. Tenaya. 1995. The transmission of Jembrana disease, a lentivirus disease of Bos javanicus cattle. School of Veterinary Studies, Murdoch University, Murdoch WA 6150, Australia. 368-369 html.

Soesanto, M., Soeharsono, S., A.Budiantono, A., Sulistyana, K., .Tenaya, W.M., and Wilcox, G.E. 1990. Studies on Experimental Jembrana Disease in Bali Cattle. II.Clinical Signs and Haematological Changes. J.of.Comp.Pathol. 103 :p.60-69

Dharma, D.M.N. 1992. Studies on the Pathology of Jembrana Disease. Thesis. Graduate School of Tropical Veterinary Science and Agriculture, James Cook University of North Queensland.

Metharom, P., Takyar, S., Xia, H.Q., Ellem, K.A.O., Wilcox, G.E., And Wei, M.Q. 2001. Development of disabled, replicationdefective gene transfer vectors from the Jembrana disease virus, a new infectious agent of cattle. Veterinary Microbiology, 80, 22-43.